"siapa kau?" tanyaku sekali lagi. Laki-laki tampan di hadapanku menatapku dengan ekspresi bingung. Tak sabar menunggu jawaban, aku beranjak menuju kamarku, menutup pintu dan menguncinya. Aku masih butuh sendiri. Mengapa mereka semua menyembunyikan kenyataan dariku? Apa salahku? Ini hidupku yang mereka bicarakan. Apakah aku tak berhak mengetahuinya? Seseorang berusaha membuka pintu kamarku yang terkunci. Namun ia tak memaksa. Tak lama kemudian, hening. Rahasia apa sebenarnya yang mereka sembunyikan. Mereka, keluargaku yang kupikir selama ini menyayangiku... Ternyata tidak mempercayaiku. Bahkan setelah aku memohon pada kakak-kakakku, mereka tidak bergeming. Lalu, haruskah aku mempercayai mereka? Haruskah aku tetap diam menunggu? Lama dalam bimbang dan gelisah. Ada sesuatu yang kurasakan, rasa sakit di hati, kecewa, terkhianati. Kubayangkan wajah orang-orang yang kusayang satu per satu, papa... Mama... Nat, bob, will, sam, tutsy, julian. J
Rasanya sudah lama aku tidak mengunjungi perpustakaan. Pagi ini, aku bangun awal agar bisa mencari beberapa novel yang akan dijadikan rujukan di kelas siang nanti. Jeans dan blouse berlengan 3/4 dipadu sepatu kets yang nyaman, membuatku merasa lebih ringan melangkah. Rambut panjangku kugelung sebagian, sisanya kubiarkan menggantung bagai ekor kuda. Perlahan kulangkahkan kakiku menuju perpustakaan di lantai bawah. Pintunya tak tertutup. Sepertinya savanah atau Yolan terlalu pagi mengawali hari, sama sepertiku. Belum sampai langkahku menuju pintu, aku mendengar beberapa suara dari dalam perpustakaan. Entah sudah berapa kali sejak aku kecil, aku mendapati papa dan mama atau kakak-kakakku berbicara di dalam sana, alih-alih di ruang makan seperti biasa ketika aku dilibatkan dalam percakapan keluarga. Kuhentikan langkahku dan seperti seorang tukang intip tak tahu malu, mencoba melihat ke dalam. Punggung papaku yang masih mengenakan mantel tidur navy, terlihat berdiri d