Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2018

Bab 17

Akhir-akhir ini,  tidurku selalu dihiasi mimpi.  Anehnya,  mimpi-mimpi itu selalu terasa sangat nyata,  seolah-olah aku benar-benar mengalaminya.  Seingatku,  dari ke cil aku memang suka bermimpi,  tapi sekarang,  mimpi-mimpi itu semakin sering muncul. Dan,  nama Anna selalu mendominasi.  Kemarin,  saat tertidur di bathtub,  Anna kembali muncul,  dan anehnya,  aku juga memimpikan laki-laki yang ada di kantin Otago,  laki-laki bermata biru dengan rambut panjang keemasan. Hari ini,  aku tidak memiliki rencana untuk keluar rumah. Itu artinya,  aku akan terbebas dari "pengawasan" para pengawalku seharian penuh.  Meskipun aku tidak yakin jika mama atau papa tidak menyisipkan mata-matanya di rumah ini.  Aku sendiri sudah sangat terbiasa dengan ketidakbebasanku ini.  Hanya saja ada kalanya aku ingin memiliki rahasia,  yang tidak diketahui siapapun.  Kegiatanku yang luput dari pengawasan mereka. Tadinya,  aku ingin melibatkan evelyne dalam rencanaku ini. memiliki sekutu dalam men

Bab 16

Sebuah bangunan tinggi menyerupai menara dengan atap merah runcing di atasnya, terlihat dari kejauhan.  Dikiri kanannya terlihat deretan bangunan lain yang beratap lebih rendah dan lebih datar dengan banyak jendela yang menghadap ke sebuah bentangan rumput pendek yang luas yang dikelilingi beberapa cemara anggun dan tanaman perdu. Kami segera melewati pintu gerbang dan mulai mencari tempat di lahan parkir yang sudah mulai penuh.  Ini adalah tempat terakhir yang ada dalam listku yang terdiri dari 4 sekolah kejuruan ternama yang ada di dunedin.  Sebenarnya ada 1 yang juga masuk dalam daftar yang kubuat.  Tapi,  mama langsung mencoretnya,  hanya karena lokasinya berada di luar kota,  Yamala.  "mama belum mau berpisah denganmu,  Kea," senjata pemusnah masal yang mama lontarkan dengan jitu padaku. Jilbab Anak Delima Tak berapa lama, Bob dan aku sudah menggenggam brosur mengenai tempat ini,  lengkap dengan berbagai jurusan dan fasilitasnya yang diklaim sebagai "yang terb

Bab 15

Hari ini sungguh ramai di kediaman kami.  Kakakku,  ilona,  akan diperkenalkan. Dan ibu kami telah mengatur agar ilona bertemu dengan pemuda tampan dengan kriteria tertentu yang "memenuhi syarat", seorang duke lebih disukai tentunya. Rosetta,  pelayan pribadiku telah sedari tadi membantuku berhias.  Ia berkeras agar aku menggunakan gaun hijau zamrud dengan hiasan salur emas.  "warna emas di gaunmu akan lebih menonjolkan warna matamu,  nona," ucapnya penuh keyakinan.  "dan itu juga cocok dengan rambutmu," ujarnya lagi.  Aku mendengus sebal tapi juga mengakui bahwa ia benar.  Semua yang sewarna emas akan sangat pas kukenakan.  Dibanding gaun warna peach yang sebelumnya kupilih.  Warna peach lebih sederhana.  Hiasannya juga hanya berupa renda-renda kecil dengan warna lebih tua. Tapi rosetta menentangnya mati-matian.  "jangan salahkan aku nona,  jika aku tak sengaja menumpahkan sup ke gaunmu yang pucat ini.  Tanpa sengaja,  tentunya." Rosetta memang

That Man and Me

"Ia dibesarkan dengan cara seperti itu,  jadi...  Itulah yang ia tahu dan begitu jugalah ia mengajarkan kita. Kita tidak bisa menyalahkannya." Sepenggal kalimat dari seorang saudara yang kembali kutemui setelah sekian lama, masih terus terngiang-ngiang di telingaku,  mengganggu ketentraman hatiku yang selama ini berlindung dalam rasa aman pembelaan diri,  pembenaran dendam dan rasa sayang yang terselubung kebencian. Ini adalah kisahku bersamanya.... Ini adalah kenanganku bersamanya.... Ini adalah caraku mengungkapkan semua rasaku untuknya yang bercampur aduk tanpa bisa diwakili oleh kata apapun di dunia... Ini adalah warisanku untuk kalian,  anak-anakku,  tentang ia yang perlu kalian kenal,  dan berhak mendapatkan untaian doa-doa tulusmu. Kutitipkan pada kalian,  anak-anakku,  jika aku sudah menyusulnya kelak,  tetaplah lantunkan doa-doa itu untuk kami,  semoga kiranya Allah meridhoi.  Aamiin. Our beloved papa May he rest in peace Ia,  satu-satunya orang yang mem

Bab 14

Setelah kelulusanku dari sekolah basic,  sekarang waktunya aku memilih sekolah yang sesuai dengan minatku.  Tapi hingga hari ini aku masih tak tahu,  apa sebenarnya yang kuminati selain buku?  Ehm...  Buku...  Sastra...  Bahasa... Mempelajari bahasa sendiri tidaklah sulit untukku.  Setelah membaca tuntas buku pertamaku,  setelah itu aku mulai menjelajah perpustakaan di rumah kami dan membaca semua jenis novel yang mulai bertambah koleksinya secara rutin setiap papa pulang dari bepergian.  Papa selalu bertanya,  oleh-oleh apa yang kuinginkan sebagai ganti waktunya yang hilang bersamaku.  Dan aku selalu menjawab, "novel! " dan begitulah,  papa belum pernah sekalipun lupa membawakannya untukku.  Yang mengesankan,  tidak semua novel itu baru.  Beberapanya ada yang terlihat sudah pernah dibaca,  sudah kucel,  bahkan ada juga yang sudah lapuk termakan usia.  Tapi toh aku tidak pernah mempedulikan bagaimana tampilan buku-buku itu selama masih bisa dibaca,  dan terutama selama isiny

Bab 13

Perlahan aku bangun dari tidur pura-puraku.  Tubuhku sudah bersih dan aku memakai baju tidur putih seperti biasanya.  Rambutku terjuntai bergelombang hingga menyentuh pinggangku.  Mama tak mengizinkanku untuk membiarkannya lebih panjang dari ini.  "Terlalu merepotkan," begitu katanya.  Tercium Harum lavender dari shampo favouriteku. Siapa yang memandikanku?  Sepertinya Yolan atau savanah.  kupakai jubahku sebelum berjingkat keluar kamar.  Mencoba mendengarkan suara apapun yang bisa kutangkap.  Keluargaku sepertinya sedang berkumpul di bawah.  Samar-samar aku mendengar suara mereka.  Kususuri tangga melingkar perlahan-lahan,  berusaha tidak menimbulkan suara, sambil tetap fokus mendengar apa yang sedang mereka bicarakan.  Apa sekarang aku menjadi seperti penguntit atau tukang intip atau paparazi yang selalu mencari tahu urusan orang lain?  Masa bodohlah.  Rasa penasaranku telah mengalahkan harga diri. "Mengapa tidak sekarang? Kalian masih memintaku menunggu berapa lama

Bab 12

Aku tak mendengar apa-apa lagi. Suasana menjadi hening.  Hanya ada hembusan angin menerpa.  Tubuhku terasa terangkat, seakan - akan ada yang menarikku demikian cepat,  menembus terowongan gelap yang panjang. Hingga aku terdampar di suatu tempat, keras, namun terasa nyaman. Kukerjap-kerjapkan mataku, silau karena matahari yang bersinar lembut.  Reflek aku mengangkat tanganku untuk menghalangi sinar matahari dari wajahku.  Sekelilingku terasa sunyi. Aku terduduk di sebuah padang rumput luas.  Hanya ada beberapa pohon saja disini,  salah satunya ada di dekatku.  Kemana barisan pohon-pohon yang demikian banyak dan rapat yang sebelumnya kutemui? "Ada apa,  Ann? " sebuah suara laki-laki membuatku terlonjak, berdiri otomatis. Aku mundur beberapa langkah,  dan kembali dikagetkan oleh pemandangan di belakangku saat aku menoleh.  Tebing, jurang,  dan aliran sungai yang mengalir di bawahnya, bagaikan seekor anakonda yang sangat panjang yang meliuk-liukan tubuhnya ketika berjalan. Te

Bab 11

Dengan memantapkan hati,  aku mulai melangkah menuju arah yang berlawanan dengan jalan raya yang menjadi tujuanku semula.  Menuju barisan pepohonan yang terasa familiar.  Tentu saja karena barisan pepohonan di belakang sekolahku ini terus bersambungan tanpa putus hingga ke belakang rumahku.  Aku yakin itu.  Meskipun aku tak pernah sekalipun memasuki dan menusurinya sebelum ini.  Tapi kurasa hutan ini aman.  Aku sering melihat Nat berjalan di atas jembatan yang membentang di atas danau alami kami, menghubungkan tepi danau dengan tepian hutan.  Wajahnya selalu terlihat bersemangat setiap kembali dari hutan dengan berbagai macam potongan kayu yang diikat membentuk gelondongan besar, dan ditarik begitu saja dengan mudahnya,  semudah seorang balita yang menarik selimut kecilnya tanpa sengaja.  Nat sangat menyukai kayu.  Apapun yang ia buat pastilah sangat indah.  Semua hiasan kayu di rumah kami adalah karyanya.  Begitupun beberapa furniture unik yang tak kan dijumpai,  bahkan di toko furnit

Bab 10

Pagi-pagi sekali,  Tatiana sudah membangunkanku.  Aku segera duduk di kasurku dan debaran di dadaku kembali muncul.  Kali ini bukan karena Jeremy,  itu sudah tidak kupikirkan lagi.  Ini tentang rencana yang akan kujalankan hari ini.  Misi yang baru saja semalam kurencanakan,  tapi sepertinya mengasyikan.  Aku tidak tahu apakah misi ini akan berhasil,  yang jelas aku tidak mau selamanya penasaran dan menduga-duga. Selesai mandi,  Tatiana segera menyerbuku dengan segala peralatan perangnya.  Wah,  kalau sedang bertekad dan bersungguh-sungguh,  meski dengan posturnya yang mungil seperti itu,  Tatiana sungguh menyeramkan. Ia sendiri masih berbalut piyama dan sepertinya belum mandi. Dimulai dari wajahku yang di olesi berbagai cream yang aku tak tahu apa fungsinya. Semalam saja,  aku tidur menggunakan masker dan Tatiana mengancam akan membuntutiku di acara pesta dansa nanti jika aku melepas maskerku sebelum waktunya. Puas dengan warna wajahku yang sudah lebih merona,  ia tambahkan juga be

Bab 9

Di sekolah riuh teman-temanku membicarakan mengenai pesta kelulusan kami.  Para gadis bertanya-tanya,  gaun apa yang harus mereka pakai,  cocok dengan sepatu model apa,  siapa yang nantinya akan menjadi queen and king.  Hal-hal berbau remaja seperti itulah. Sementara teman-teman lelakiku mulai bergerilya mencari kandidat gadis yang tepat untuk diajak ke pesta bersama. Untuk hal itu,  aku tak terlalu berharap.  Yah,  sedikit sih,  itu karena sepanjang hari Evelyne memamerkan bahwa Eric Sanders,  salah satu bintang lapangan yang memiliki banyak fans,  mengajaknya ke pesta.  "Oh,  Kea...  Gaun mana yang harus kupakai?  haruskan aku bertanya,  apa warna tuxedonya nanti?  Oh,  Kea...  Tinggi kami tidak sama,  haruskah aku memakai high heels?  Tapi aku tak terbiasa memakainya.  Aku harus mulai latihan dari sekarang," Evie berkata sambung-menyambung membuatku bingung.  Apakah aku harus menjawab semua pertanyaannya itu atau cukup dengan mengangguk-anggukkan kepala seperti orang bodo

Bab 8

"Selamat ya sayang," mama tersenyum dan membuka kedua lengannya lebar.  Aku memeluknya dengan penuh kerinduan. Padahal hanya 2 hari mama meninggalkan rumah.  Mama memang seorang ibu rumah tangga sejati yang jarang meninggalkan rumah kecuali jika papa memerlukannya untuk menemani perjalanannya seperti kemarin.  Atau jika mama harus menemui klien usaha floristnya di luar. Sehari-hari mama yang mengurus urusan rumah tangga dibantu beberapa asisten setianya.  Mama juga betah berlama-lama di kebun bunganya yang memenuhi bagian selatan hingga barat rumah kami.  Bersebelahan dengan danau alami tempat papa biasa memancing. "akhirnya aku tidak bisa lagi menahanmu agar tidak menyerahkan diri dengan sukarela untuk dibawa pergi oleh ombak-ombak itu, " ucap mama setengah menggerutu.  Aku hanya tertawa kecil. "Makan malam sudah siap, nyonya. " itu mrs.  Johnson,  asisten mama di dapur. Perawakannya tidak terlalu tinggi dan sedikit berisi.  Sorot matanya yang ramah d

Bab 7

Sabtu pagi yang cerah selalu membuatku bersemangat.  Awal musim panas,  adalah waktu yang ditunggu-tunggu olehku dan teman-temanku di tempat pelatihan renang.  Ini saatnya kami berlatih menyelam tanpa peralatan apapun.  Jika lancar dan lulus test, maka di pertengahan musim panas nanti,  kami diperolehkan untuk menyelam di tempat sesungguhnya,  laut.  Membayangkannya saja sudah membuat jantungku berdebar-debar. Seorang wanita tinggi dalam balutan casual celana kulit ketat dan jaket dengan model dan warna senada menghampiri di ujung anak tangga. "Hai,  Kea, sudah siap untuk acara kita hari ini? " tanyanya sambil memeluk dan mencium pipiku.  "Tentu saja Sam,  aku sungguh tak sabar ingin mengumpulkan batu sebanyak-banyaknya.  Taruhan,  batuku pasti lebih banyak dibanding Sarah kali ini, " jawabku bersemangat. "Dan untuk itu,  kau perlu mengisi perutmu dengan makanan lezat ini terlebih dahulu,  Kea," Tatiana yang sudah berada di meja makan mengedikan bahuny