Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2018

Abnormal

Usiaku baru beberapa bulan saja,  jalanpun masih harus sering berpegangan pada apapun yang bisa kuraih,  tembok,  pinggiran kursi,  jendela,  box tidurku,  atau berpegangan tangan dengan mama. Tapi,  aku sudah mampu memahami pembicaraan orang - orang disekitarku.  Aku tau kalau mama sering membicarakan om Yus,  bersama tante Lusi.  Om Yus yang tampan,  mapan,  dari keluarga baik - baik,  om Yus nya sendiri pun baik.  Beberapa kali om Yus main ke rumah dan menggendongku.  Tante Lusi naksir om Yus,  hanya sayangnya Om Yus sudah memiliki Tante Lani,  dan beberapa bulan lagi mereka akan menikah. Orang dewasa seperti mereka cenderung mengabaikan bayi sepertiku saat tengah asyik berbincang.  Andai mereka tahu bahwa panca indera dan otakku tak ubahnya seperti blackbox pada mobil atau pesawat terbang,  yang mampu memindai apapun yang terjadi disekitarnya. Semakin orang - orang tak perduli padaku,  aku semakin nyaman.  Masa - masa bayi yang kulalui dalam diam,  jarang menangis,  membuat mama

Prolog

Berkali-kali terlahir dengan pengalaman yang setara dengan usia seluruh leluhurku dijadikan satu, tak menjadikan pribadiku berubah menjadi lebih menyenangkan.  Well ya...  Terlalu dangkal jika aku menyebutnya takdir.  Aku hanya malas...  Malas berubah,  malas berbenah,  malas menjadi sesuatu yang bukan aku. Huh,  sesuatu yang bukan aku?  Seperti aku tahu saja aku ini siapa atau.. apa? Seperti saat ini,  ketika semua kakakku asyik bermain bola di halaman rumah nenek yang luas,  aku hanya disini,  duduk sendiri di jendela besar dengan rangka kokoh yang cukup untuk 3 orang sepertiku duduk bersama di atasnya. Pandanganku jelas tertuju pada mereka yang mengejar dan memperebutkan sebuah bola berukuran besar dengan warna - warni yang cerah.  Sesekali ditimpali gonggongan antusias Robi,  anjing nenekku yang usianya jauh lebih tua dariku di kehidupan kali ini. Sementara pikiranku kembali ke malam tadi ketika mimpi itu,  mimpi yang sama dengan beberapa hari sebelumnya dan beberapa hari sebelu

Heart

Heart Kupikir ia telah penuh, Penuh akan namanya, Penuh oleh wajahnya, Penuh dengan kenangan tentangnya Namun ternyata, semua fatamorgana Heart... Ia kosong Hampa Tanpa makna Kosong melompong hingga goresan angin semilir pun mampu membuatnya luka Menorehkan sakit yang menyayat Padahal, ia kosong Heart... Ia bagaikan besi berkarat Yang semakin rapuh tergerus ingatan Terendam memory yang membayang silih berganti Terlapuk oleh waktu yang belum juga mampu mengobati Heart... Tertoreh sekali ia bertahan Kedua kali ia meratap Ketiga kali ia jatuh Bedebum berderak Luka basahnya kembali menganga Hingga datang sayup sayup Bisikan yang entah dari mana Menelisik ke dalam Merambat meresap Menyusuri pori pori Heart Hingga ia pun tak sadar Ikut mendawamkan lirih "Yaa Rob, tiada kemudahan kecuali Engkau yg mendatangkannya dan menginginkannya"