Langsung ke konten utama

Bab 25


Rasanya sudah lama aku tidak mengunjungi perpustakaan. Pagi ini,  aku bangun awal agar bisa mencari beberapa novel yang akan dijadikan rujukan di kelas siang nanti. 
Jeans dan blouse berlengan 3/4 dipadu sepatu kets yang nyaman,  membuatku merasa lebih ringan melangkah.  Rambut panjangku kugelung sebagian,  sisanya kubiarkan menggantung bagai ekor kuda.  
Perlahan kulangkahkan kakiku menuju perpustakaan di lantai bawah.  Pintunya tak tertutup.  Sepertinya savanah atau Yolan terlalu pagi mengawali hari,  sama sepertiku.  Belum sampai langkahku menuju pintu,  aku mendengar beberapa suara dari dalam perpustakaan.  Entah sudah berapa kali sejak aku kecil,  aku mendapati papa dan mama atau kakak-kakakku berbicara di dalam sana, alih-alih di ruang makan seperti biasa ketika aku dilibatkan dalam percakapan keluarga.
Kuhentikan langkahku dan seperti seorang tukang intip tak tahu malu, mencoba melihat ke dalam.  Punggung papaku yang masih mengenakan mantel tidur navy, terlihat berdiri disamping meja baca berwarna mahony.  Dari balik bahunya kulihat rambut kecoklatan yang kuyakin milik mama dan ada julian juga disana.  Mengapa sepagi ini julian berbicara diam - diam dengan orangtuaku?
Ooh...  Apakah ia tertangkap basah karena tidur di kamarku semalam? Tapi,  kami benar-benar hanya tidur. 
Baru saja hendak kuterobos pintu perpustakaan untuk menyatakan alibi yang dapat meringankan dakwaan pada julian,  sampai kudengar nama Anna disebut.
"aku sungguh tak mengerti,  mengapa aku tak boleh menemuinya,  bersamanya.  Kau tahu Ryan,  kalianlah orang-orang yang kuharap paling mengerti diriku.  Bagaimana aku merasa tak berguna karena tak bisa menyelamatkan Anna."
Itu suara Julian.  Apa maksudnya?  Apa ia mengenal Anna?  Kakakku Anna?
"sama sekali tak seperti itu Juls." mama berusaha menenangkan julian.  Ia mendekatinya dan mengusap-usap lengannya. 
"kami hanya khawatir.  Ini belum saatnya bagi kalian untuk berhubungan lebih jauh.  Kami takut itu akan memicu ingatan Kea secara tiba-tiba dan ia tak sanggup menanggungnya."
"Bob sudah memperkirakan bahwa pertemuan kalian akan memacu kembalinya ingatan Kea lebih cepat.  Sudah lama ia tidak pingsan tiba-tiba.  Dan yang terakhir itu terjadi saat ia menyentuhmu," papa melangkahkan kakinya hilir mudik.  Tangannya menyentuh dagu yang mulai ditumbuhi janggut tipis.  Gayanya khas ketika ia sedang mengungkapkan pemikirannya. 
"Semalam ia baik-baik saja. Memang sebelumnya ia sempat trans beberapa menit.  Tapi kupikir semua baik-baik saja.  Ia tidak terlihat gelisah sesudahnya.  Ia hanya mengkhawatirkanku."
"Trans?  Apa maksudmu Juls?" suara mama terdengar panik.
"dia hanya terdiam seperti memandang sesuatu ke titik yang sama.  Ekspresinya seperti ketika ia sedang menonton film action di adegan puncak."
"berapa lama,  juls? "
"sekitar 1 - 2 menit,  aku tak yakin, " julian menunduk dan menelengkan kepalanya.
"itu pertama kalinya.  Kami belum pernah melihat ia trans."
"aku yakin,  julianlah pemicunya."
"aku tak perduli.  Jangan berani kalian menghalangiku menemui Anna. "
"juls,  tenanglah."
"kau tahu aku berhak,  Ryan.  Kau tahu. "
"dan aku juga sama berhaknya sepertimu juls.  Anna putriku"
Ooh... Suara tercekik terlepas dari mulutku.  Seketika tiga pasang mata menoleh ke arahku.  Dan aku begitu gugup.
"Kea sayang," mama yang lebih dahulu menyadari bahwa mereka tertangkap basah olehku.
"Kea...  Key...  Key... "
Tak kuhiraukan panggilan itu.  Aku berbalik dan berlari keluar menuju bagian belakang rumahku.  Menuju bukit kecil dengan padang rumputnya yang hijau.  Aku terus berlari,  berharap segera bertemu dengan pepohonan dan menyembunyikan diriku dibalik batangnya. 
Aku tahu seseorang berlari di belakangku.  Namun aku tak peduli.  Aku terlalu kalut, aku butuh sendiri.  Aku butuh mencerna apa yang kudengar tadi. Aku terus berlari dan menyusup kebalik semak-semak tinggi pertama yang kutemukan.
Semak-semak ini begitu tinggi hingga menutupi seluruh tubuhku dengan baik dari pandangan siapapun yang melintas di baliknya.  Aku terus menerobos semakin dalam menuju hutan.  Tak ada pilihan yang lebih baik dari ini untuk bersembunyi.
Meski akupun tidak begitu yakin,  mengapa aku bersembunyi?  Kurasa karena aku merasa kecewa.  Mereka mengetahui tentang Anna,  begitu juga julian.  Hanya aku yang tak tahu,  siapa Anna, meski seringkali memimpikannya. 
Julian mengenal anna.  Tapi bagaimana bisa?  Siapa julian sebenarnya?  Aku yakin dia bukan hanya sekedar teman yang baru kukenal.  Papa dan mama sepertinya sudah mengenalnya dengan baik.  Apakah karena Anna? 
Lelah,  akhirnya aku duduk di sebatang pohon yang melintang rendah. Sinar matahari mulai menerobos kanopi. Beberapa garis cahaya menerangi sekelilingku seperti kilau lampu berputar yang pernah kulihat di acara tivi.  Sepertinya aku belum pernah menapaki sisi hutan sebelah sini. Meski rumahku dikelilingi oleh bukit dengan pepohonan hijau lebat,  danau dan bentangan alam lainnya,  tapi hanya sesekali saja aku diperbolehkan menjelajah.  Biasanya karena mengikuti will atau Bob, mencari tanaman obat.
Will sudah kupastikan mengetahui siapa anna.  Will menyebutnya seorang adik, sementara yang kutahu,  akulah satu-satunya adik will. Dan selama aku ada,  aku tidak pernah melihat mamaku hamil lagi.  Dan tadi,  aku sangat yakin mendengar papa berkata, anna adalah putrinya.  
Kuasumsikan anna adalah kakak perempuanku,  yang ada dan tiada sebelum aku lahir.
Lalu julian,  siapakah julian? Ia bukan sekedar teman baru yang kebetulan kutemui di Otega. Ia sudah lama mengenal keluargaku.  Seberapa lama dan mengapa aku tidak pernah bertemu dengannya sebelumnya.
Ooh...  Daftar pertanyaanku bertambah panjang.  Dan tega-teganya keluargaku menyembunyikan semua ini dariku? 
Aku menyandarkan kepalaku ke batang pohon terdekat dan mengurut pelipis dengan telunjukku.  Pusing,  lelah dan lapar.  Waktu sarapan sudah lama berlalu.  Sepertinya sebentar lagi akan memasuki jam makan siang. 
Kupaksakan untuk berdiri, dan Perlahan-lahan berjalan sambil mataku mencari-cari,  siapa tahu ada buah-buahan liar yang bisa kumakan. Tapi tak ada satupun yang kutemukan.  Tenggorokanku terasa sangat kering.  Rasanya saat ini aku bahkan sanggup minum ramuan obat pahit yang biasa mrs.  Anderson racikan untukku dan menikmatinya penuh rasa syukur. 
Entah sudah berapa lama aku berjalan tertatih-tatih di hutan ini.  Pandanganku semakin mengabur.  Kepalaku berkunang-kunang. Bersyukur aku menggunakan sepatu kets yang nyaman dan celana jeans yang cukup tebal,  sehingga kakiku tak mengalami masalah seperti bagian atas tubuhku.  Sesekali rasa perih menggores lengan dan pipiku.  Namun hanya sebentar,  lalu rasa perih itu menghilang,  digantikan oleh rasa perih yang baru.  Begitu seterusnya.  Aku yakin akan banyak kutemukan goresan di lengan dan pipiku nanti. Tapi saat ini yang terpenting aku harus bisa menemukan jalan keluar dari sini,  atau setidak-tidaknya air dan beberapa makanan.
Cahaya matahari dari celah kanopi rimbun di atas sana mulai menipis dan meredup.  Sebentar lagi malam,  dan aku masih disini.  Kepalaku sungguh berat dan badanku sangat letih.  Kakiku tak sanggup lagi melangkah.  Dan kini,  bahkan tak sanggup lagi menahan beban tubuhku.  Aku terjatuh di atas kedua lututku, disusul sisi kiri tubuhku. Sesaat mataku mengerjap-ngerjap dan samar melihat bulatan kecil-kecil di kejauhan,  menggantung di dahan sebuah pohon. Akhirnya,  kutemukan juga buah yang kucari seharian ini.  Namun sepertinya sudah terlambat.  Aku sudah tidak memiliki tenaga untuk mengambilnya. Aku hanya berharap buah itu mau menuruti keinginanku,  mematuhi perintahku. "jatuh...  Jatuhlah.  Kumohon jatuhlah" ucapku dalam hati.  Entah khayalanku saja atau buah itu memang jatuh,  ketika kurasakan sesuatu mendarat di telapak tangan kiriku yang terbuka.  Sesuatu yang bulat dan licin.  Disusul gemerisik yang kudengar berikutnya...  Seseorang memanggil-manggil namaku,  dan tiba-tiba kanopi di atasku bergeser,  menampakan langit kelabu.  Samar kulihat seseorang mendekat.  "Kea! " ia berjongkok di sampingku. "Nat,  aku menemukannya. " ia berteriak, rupanya ia tak sendiri.  Tangannya mengelus kepalaku dan menepuk pipiku.  Aku hanya dapat melihatnya samar tapi tak sanggup meresponnya. 
"sepertinya ia dehidrasi,  will. Berikan ini. "
Tak lama,  sebuah tangan menekan mulutku,  dan sesuatu yang basah dan segar memenuhi mulut dan mengalir di kerongkonganku dengan bunyi gelegak yang keras.
Kesadaranku mulai kembali meski aku masih lemas dan tak sanggup mengangkat tubuhku sendiri.
"Kea,  kau tak apa-apa? " ternyata Will.  Aku tak mungkin keliru mengenali suaranya,  meski mataku tak jelas melihat.
Aku menggeleng pelan.
"jangan buang waktu,  will.  Ayo kita bawa dia pulang."
Tak lama aku sudah berada dalam gendongan will.  Tubuhku terkulai lemah di dadanya.
Samar kulihat nat berjalan di depan kami.  Kedua lengannya terjulur ke depan.  Dan pepohonan yang seingatku memenuhi area ini tiba-tiba menghilang,  digantikan sebuah jalanan setapak yang mulus tanpa hambatan.  Bagaimana bisa? Belum sempat memikirkan jawabannya, tiba-tiba saja semuanya menjadi gelap.  Aku panik, terperangkap dalam gelap. Tubuhku tak lagi dalam buaian.  Aku berdiri di atas kakiku, berteriak-teriak tanpa suara,  menggedor-gedor dinding tak kasat mata sepanjang aku melangkah. Apa ini? Apakah dehidrasi dan kelaparan membuatku berhalusinasi?
Kabut asap kelabu membentang di hadapanku.  Aku memberanikan diri untuk menyibaknya dengan tanganku.  Dan sebuah pemandangan padang rumput hijau membentang di hadapanku.  Di kejauhan kulihat seorang gadis tengah mengikuti seorang pemuda,  berjalan melintasi padang rumput. 
"Nat,  kau mau kemana?" si gadis berkepang berlari-lari berusaha mengimbangi langkah sosok di depannya.
"hey,  anna.  Apa yang kau lakukan? " pemuda itu berhenti dan menoleh ke arah sang gadis.  Aku terkesiap,  mataku mengerjap-ngerjap berusaha melihat lebih jelas.  Tak salah,  itu Nathan,  kakakku Nathan.  Tapi penampilannya terlihat berbeda.  Ia terlihat lebih muda.  Wajahnya masih polos,  tidak seperti sekarang,  penuh jambang yang semakin membuatnya terlihat gagah.
"tidak ada. Maksudku,  tidak ada yang bisa aku lakukan di rumah,  nat.  Aku bosan," rajuk gadis itu.
"wah,  anna the adventures merasa bosan?  Ini baru berita menarik. " Nat terkekeh.
Anna,  gadis itu anna?  Kuperhatikan gadis itu dengan seksama,  sebelum akhirnya terkesiap menyadari sesuatu. Wajah itu,  wajah gadis itu...  Sangat mirip denganku. 
Tidak tidak tidak...  Itu wajahku.  Itu aku. 
Kulit putih susu dengan postur semampai.  Rambut panjang coklat muda keemasan. Aku yakin jika jalinan kepangnya diurai,  rambutnya akan sedikit bergelombang,  sama seperti punyaku.  Matanya yang coklat seperti mata mama,  hidungnya, alisnya,  bibirnya,  semua sama denganku.  Itu aku.  Atau,  kembaranku.  Anna kembaranku? 
Nat kembali berjalan,  diikuti anna yang terus berbicara sambil melonjak-lonjak di sampingnya.  Mereka terus berjalan melintasi padang rumput hingga ke tepi hutan, ke  Jajaran pepohonan lebat di depan mereka,  apa yang akan mereka lakukan?
Sesaat kemudian,  nat mengulurkan kedua lengannya ke depan,  kemudian melakukan gerakan di udara seperti menyibak tirai tak kasat mata. Dan yang lebih mengejutkan lagi,  pepohonan di depannya kemudian menyeruak, bergerak meliuk dan berpindah tempat.  Persis gerakan layar yang membuka otomatis pada acara opera.  Dan kini di hadapan mereka,  terdapat jalan setapak yang cukup dilalui oleh satu orang.
Nat membungkukkan tubuhnya sesaat sebelum memasuki hutan bersama Anna, pada pepohonan di hadapannya. 
Aku ragu-ragu,  apakah aku harus mengikuti mereka,  masuk ke dalam hutan kembali?  Tapi sepertinya tidak perlu,  karena tubuhku tiba-tiba saja tertarik,  tersedot kembali ke keadaan gelap gulita,  hingga kemudian aku melihat cahaya di kejauhan.
Lagi-lagi aku terbangun di kamarku dengan cahaya lampu temaram.  Aku memang tidak suka ruangan yang terlalu terang.  Jadi lampu di kamarku pun sengaja kupilih yang bercahaya redup.  Cukup untuk bisa aku melihat ke sekeliling.  Ada juga lampu baca,  yang kugunakan jika aku sedang ingin membaca di kamar. Kali ini aku sendiri.  Kemana will dan nat?
Sayup-sayup aku mendengar suara dari lantai bawah.  Sepertinya ruang makan.  Karena hanya ruang makan yang memberikan akses terbuka langsung ke atas,  sengaja di atur agar siapapun dapat memanggil seluruh anggota keluarga untuk turun dan makan bersama hanya dengan berteriak. 
Perlahan-lahan kubuka pintu kamarku dan berjalan tanpa suara menuju tangga.  Dari ujung tangga,  suara-suara itu terdengar lebih jelas.
"setidaknya sekarang ia tahu bahwa keberadaan Anna nyata," suara bob. Ia selalu menjadi yang paling tenang dalam keluarga kami.
"berapa lama lagi?" tatiana, ia datang.  Sudah lama kami tidak bertemu,  sejak acara lomba di club renang,  pertengahan musim panas lalu.  Dan jika tatiana datang,  aku yakin samantha pun ada disini. 
"ingatan dan kekuatannya akan semakin menguat saat ia mendekati 18 tahun. Secara teori,  seperti itu.  Tapi,  kehadiran Julian aku yakin dapat mempercepat prosesnya."
"dan apa yang akan terjadi saat itu tiba? "
"tergantung bagaimana kita semua mempersiapkannya. Kita tidak bisa menunggu lagi. Julian tidak bisa dihalangi untuk menemui Kea. Semalam kea mengalami trans.  Sesuatu yang baru terjadi pertama kalinya. "
"dan,  apa artinya itu? "
"artinya,  ingatannya muncul tidak lagi dalam kondisi ia tertidur seperti biasanya.  Aku yakin selama ini ia mengira jika itu semua hanya mimpi. Jika itu mulai muncul saat ia tersadar, kurasa tak lama lagi waktunya sebelum gelombang ingatan itu menyerbunya."
"bukankah itu bagus. Kita tidak perlu lagi menyembunyikan jati dirinya yang sebenarnya. "
"tentu saja bagus,  jika saja kita dapat memilih ingatan mana saja yang boleh muncul."
"maksudmu, tentang ingatan terakhir?"
"ya,  sam.  Aku takkan sanggup menghadapinya untuk kedua kali,  ketika putriku seperti mayat hidup dan berbuat nekat, aku tak mau kehilangannya lagi. " mama mengatakannya dengan suara bergetar.  Ada apa sebenarnya. Apa maksudnya aku seperti mayat hidup?  Nekat?  Satu-satunya kenekatan yang kuingat hanyalah ketika aku meminjam mobil papa diam-diam. 
"Kea, apa yang kau lakukan disini? " tiba-tiba seseorang sudah berada di sampingku. 
Wajah itu menatapku dengan sorot mata khawatir. 
"siapa kau? " tanyaku. Aku benar-benar tidak mengerti, apa hubungan Julian dengan semua ini.  Tapi memang beberapa kali ia pernah hadir dalam mimpiku.  Jika yang diucapkan mereka semua benar,  bahwa mimpi-mimpiku bukanlah mimpi,  melainkan ingatan,  berarti semuanya nyata dan pernah terjadi,  termasuk anna dan julian.
"siapa kau? " tanyaku sekali lagi.
"apa maksudmu,  key? Ini aku,  Julian. Kau sudah lupa padaku?  Apakah...  Apakah kau cedera? " Julian mengusapkan kedua tangannya ke kepalaku,  seolah memindai, dan berakhir di kedua pipiku.  "kau baik-baik saja,  key? "
"ya,  aku baik-baik saja. " aku tidak terlalu antusias menjawabnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Partners

Sejak kecil, senang membaca. Dulu, suka sekali baca koran, tabloid dan majalah. Kebetulan papa berlangganan Kompas dan Suara Pembaruan, tante senang beli Nova, dan mamah sesekali suka bawa pulang majalah Kartini atau Sarinah. Seingat saya, tiap lembar dari media massa cetak itu tidak ada yang terlewat saya baca. Sampai iklan baris yang dari dulu sampai sekarang dimonopoli "obat kuat" pun saya baca :D Selain membaca, sepertinya saya pun senang mengajar. Mengajar apa saja, membuat saya deg deg an, melancarkan aliran darah, meningkatkan adrenalin dan menyebabkan bahagia. Mungkin itu yang namanya passion :) dan salah satu cara saya mengajar adalah dengan request. Contohnya yang satu ini... Request dibuatkan usus goreng yang renyah crunchy, dan dikemas dengan cantik. Namun, ternyata harus cukup bersyukur dengan hasil usus goreng yang "over cook" sehingga alot dan susah dikunyah...hehehe. Tak semua partners kita harus orang yang sudah mumpuni di bidangnya, seperti

Bab 7

Sabtu pagi yang cerah selalu membuatku bersemangat.  Awal musim panas,  adalah waktu yang ditunggu-tunggu olehku dan teman-temanku di tempat pelatihan renang.  Ini saatnya kami berlatih menyelam tanpa peralatan apapun.  Jika lancar dan lulus test, maka di pertengahan musim panas nanti,  kami diperolehkan untuk menyelam di tempat sesungguhnya,  laut.  Membayangkannya saja sudah membuat jantungku berdebar-debar. Seorang wanita tinggi dalam balutan casual celana kulit ketat dan jaket dengan model dan warna senada menghampiri di ujung anak tangga. "Hai,  Kea, sudah siap untuk acara kita hari ini? " tanyanya sambil memeluk dan mencium pipiku.  "Tentu saja Sam,  aku sungguh tak sabar ingin mengumpulkan batu sebanyak-banyaknya.  Taruhan,  batuku pasti lebih banyak dibanding Sarah kali ini, " jawabku bersemangat. "Dan untuk itu,  kau perlu mengisi perutmu dengan makanan lezat ini terlebih dahulu,  Kea," Tatiana yang sudah berada di meja makan mengedikan bahuny

Abnormal

Usiaku baru beberapa bulan saja,  jalanpun masih harus sering berpegangan pada apapun yang bisa kuraih,  tembok,  pinggiran kursi,  jendela,  box tidurku,  atau berpegangan tangan dengan mama. Tapi,  aku sudah mampu memahami pembicaraan orang - orang disekitarku.  Aku tau kalau mama sering membicarakan om Yus,  bersama tante Lusi.  Om Yus yang tampan,  mapan,  dari keluarga baik - baik,  om Yus nya sendiri pun baik.  Beberapa kali om Yus main ke rumah dan menggendongku.  Tante Lusi naksir om Yus,  hanya sayangnya Om Yus sudah memiliki Tante Lani,  dan beberapa bulan lagi mereka akan menikah. Orang dewasa seperti mereka cenderung mengabaikan bayi sepertiku saat tengah asyik berbincang.  Andai mereka tahu bahwa panca indera dan otakku tak ubahnya seperti blackbox pada mobil atau pesawat terbang,  yang mampu memindai apapun yang terjadi disekitarnya. Semakin orang - orang tak perduli padaku,  aku semakin nyaman.  Masa - masa bayi yang kulalui dalam diam,  jarang menangis,  membuat mama